Sabtu, 17 Oktober 2015

Kenapa Kamu - Bab 3



BAB 3
 


“Bibi.” Lily menyapa sambil mencium tangan bibinya.

“Halo sayang. Apa kabar? Tambah cantik aja nih keponakan Bibi? Kayaknya turun banyak nih?” Bi 
Mawar langsung memberikan komentar saat melihat Lily yang kurusan.

“Iya dong. Udah turun tujuh kilo Bi.” Lily menjawab dengan bangga.

“Alhamdulillah.”

“Iya tuh. Puasa terus. Biar langsing katanya.” Bu Dahlia ikut nimbrung.

“Ya udah masuk dulu yuk Teh, De.”

Mereka bertiga masuk ke dalam rumah Bi Mawar.

Seperti yang direncanakan bulan lalu, Lily dan ibunya pergi ke Bandung untuk menghadiri acara aqiqah Viena, anak Kayla dan cucu Bi Mawar. Selain itu, mereka juga ingin melanjutkan rencana yang mereka bahas sebulan yang lalu. Mereka ingin berbicara dengan Bi Mawar dan anak-anaknya tentang kemungkinan mereka pindah ke Bandung.

“Buat acara aqiqah gimana War? Masih ada yang harus dibantu?”Bu Dahlia memulai percakapan setelah selesai meletakkan barang-barang dan mereka berkumpul di ruang tengah.

“Alhamdulillah, persiapannya udah hampir selesai. Teteh mah besok aja bantuin bikin kue buat suguhan. Kayak biasalah.” Bi Mawar menjawab.

“Bereslah kalau cuma bikin kue mah.” Bu Dahlia mengangkat kedua jempolnya.

“Eh.. ini teh gimana? Jadi nggak pindah ke Bandung? Bi Mawar seneng lo kalau ditemenin.” Bi Mawar melihat ke arah Lily.

“Ya itu juga yang mau diomongin. Kita maunya bicara juga sama De Agi biar dapet ijin.” Bu Dahlia menjawab pertanyaan yang sebenarnya ditujukan ke Lily.

“Terus Ade gimana. Udah yakin?” Bi Mawar kembali bertanya ke Lily.

“Ya sebulan yang lalu sih udah dibicarain. Emang nggak papa Bi kalau kita tinggal disini? Nanti ngerepotin?” Lily masih tidak yakin jika Bibinya benar-benar tidak keberatan dengan rencana mereka.

“Ya nggak lah.. nggak papa. Bibi malah seneng kalau ada temen. Kan Bibi di sini sendiri. Walau Kayla rumahnya deket, tapi kan tetep aja beda rumah.”

“Ya Alhamdulillah kalau begitu. Tapi ini baru rencana dulu Bi. Dipikir-pikir sayang juga kalau rumah harus dijual Bi.” Lily berhenti sejenak dan melanjutkan. “Jadi rencananya kalau kita bener-bener udah nggak kuat, baru kita jual rumah. Sementara ini berusaha dulu supaya nggak kejual.”

“Oh gitu. Iya sih, sayang ya. Kalau beli baru nanti susah lagi”. Bi Mawar menyetujui.

“Iya.” Lily mengangguk.

Bi Mawar menyentuh tangan Lily, “Ya. Pokoknya Bibi mah mendukung yang terbaik buat Ade sama Ibu. Rumah ini terbuka, kapanpun Ade sama Ibu mau pindah ke sini.”

“Tuh kan bener kata Ibu. Bi Mawar mah seneng kalau kita pindah ke sini.” Bu Dahlia begitu bersemangat.

“Alhamdulillah. Makasih ya Bi.”

Keesokan harinya, mereka sibuk dengan persiapan aqiqah yang pengajiannya akan dilakukan sore hari.

Pagi hari, mereka sibuk membuat kue, sedangkan memasak sudah dilakukan oleh keluarga besan. Siang hari semua kue sudah matang dan diletakkan di kotak-kotak. Sore harinya, acara pengajian berjalan dengan lancar.

Malam harinya keluarga besar Bu Dahlia masih berkumpul di rumah Kayla untuk berbincang dan melepas rindu karena telah lama sekali mereka tidak kumpul-kumpul seperti itu.

Saat mereka sedang berkumpul, ada tamu yang datang. Ternyata tamu tersebut adalah teman dari Johan, suami Kayla.

Johan menemui tamu-tamunya tersebut dan mengajak mereka masuk menemui keluarga besarnya.

“Mah.. ini temen-temen Papah yang diceritain kemaren. Yang ini namanya Hoga, yang ini namanya Pam.” Johan memperkenalkan teman-temannya pada Kayla. “Ini istri aku, namanya Kayla.”

Kayla tersenyum menyambut tamunya. “Saya Kayla. Alhamdulillah pada bisa dateng. Makasih ya.”

“Kita yang harusnya minta maaf datangnya telat. Pesawatnya delay, jadi terpaksa terlambat.” Hoga menjawab.

 “Nggak papa. Yang penting dateng.” Johan menjawab.

“Oh iya. Ini keluarga besar saya sedang berkumpul. Mari saya kenalkan, biar tambah keluarga.” Kayla mengajak teman-teman Johan untuk berkenalan dengan keluarga besarnya.

“Nenek, Kakek, Ua, Bibi, Sepupu, Keponakan, pokoknya semuanya… Ini temennya A’Johan. Jauh lo dari Jogja.” Kayla memperkenalkan keduanya pada keluarganya.

Lily yang langsung menengok ke arah tamu tersebut merasa aneh. Dia merasa salah satu dari kedua laki-laki itu sangat familiar wajahnya. Tapi Lily tidak tahu siapa orang tersebut. 

“Dari Jogja? Ua juga dari Jogja lho.” Bu Dahlia berkomentar.

“Oh ya?” Kata Hoga.

“Iya ini namanya Ua Dahlia.Tinggalnya memang di Jogja.” Kayla memperkenalkan Ua-nya.

“Ooh. Saya Hoga. Eee.. Ua ya?” Hoga sedikit kikuk.

“Iya panggil aja Ua Dahlia. Ua itu artinya bude klo di Jogja. ” Bu Dahlia menjawab.

“Yang ini temen saya, panggilannya Pam.” Hoga memperkenalkan Anggita.

“Ihh lucu namanya Pam.” Salah satu keponakan menyahut.

“Sebenarnya panggilannya Pampam, tapi katanya terlalu gimana gitu, jadi disingkat Pam aja.” Hoga sedikit bercanda.

“Oohhh…” Terdengarlah paduan suara.

Pampam? Lily tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dilihatnya lagi wajah itu dan … BENAR. Dialah orangnya. Jantung Lily seketika berdetak sangat kencang.

Hoga dan Anggita berkenalan dengan keluarga Kayla satu per satu. Saat giliran Lily berkenalan dengan Anggita, Lily menjadi salah tingkah. Tapi Lily bukanlah orang yang mau terlihat memalukan. Dia segera menutupi kegelisahannya dan menampakkan tampang serius. Di lain pihak, Anggita bukanlah orang bodoh. Walau hanya sesaat, dia bisa menangkap kekikukan Lily.

Tidak ada kejadian penting pada malam itu. Mereka semua melanjutkan makan-makan dan berbincang. Hanya Lily yang merasa gelisah karena akhirnya orang yang ditunggunya selama tujuh bulan hadir juga dalam hidupnya. Sesekali, Lily mencuri pandang pada laki-laki dalam mimpinya itu.
Anggita Pramudya. Dia terlihat lebih gemuk dari foto yang dilihatnya di sosmed. Tapi kulitnya begitu bersih, seperti kulit perempuan. Wajahnya terlihat lebih baik daripada foto, walaupun Lily masih saja tidak suka melihat wajah itu.

Yang masih belum bisa diterimanya adalah gaya berpakaian Anggita yang bagi Lily terlihat seperti bapak-bapak. Kemeja berpotongan lurus dengan motif kotak-kotak berlengan pendek dipadu dengan celana panjang lurus berwarna hitam. Rambutnya yang dibelah tengah juga terlihat lucu.

“Huufffff.”

“Kenapa Mbak?” Sepupu Lily yang bernama Pika menangkap kegelisahan Lily.

“Eh..nggak..cuma berasa capek.” Lily menjawab dengan kikuk. Dia takut jika ketahuan sedang memperhatikan Anggita.

“Iya nih.. ngantuk..” Pika mengiyakan.

Lily mengangguk.

“Pulang yuk Mbak, mau tidur nih.”

“Kamu tidurnya di rumah Bi Ema ya?”

“Iya, Mbak di Bi Mawar?”

“Iya.”

“Bilang yuk sama yang lain.”

“Yuk.”

Beberapa keponakan dan orang tua memutuskan untuk beristirahat. Merekapun berpamitan, termasuk kepada tamu-tamu yang masih berbincang dengan Johan dan beberapa anggota keluarga.

Saat Lily lewat, Anggita menangkap lagi kegelisahan dari dalam diri Lily saat melihat kearahnya. “Ada apa ini?”, pikir Anggita dalam hati

Sesampainya di rumah Bi Mawar, Lily semakin gelisah. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Lily sangat yakin jika lelaki itu memang Anggita. Namanya Pampam dan wajahnya begitu mirip dengan yang dia lihat di foto.

Apa dia harus cerita pada Ibunya?

Enggak, Ibu pasti langsung heboh terus cerita ke semua orang. Kan malu. Gimana kalau Anggita denger? Nanti dikiranya Aku kege-eran lagi bilang kalau dia calon suami aku.” Lily berbicara dalam hati.

Gimana dong?

Malam itu Lily sulit tidur. Dia baru tertidur sekitar jam dua malam.

***

Wajah gelisah perempuan yang dilihatnya di rumah Kang Johan terus terbayang di benak Anggita. Ada sesuatu pada perempuan ini yang membuat dia tertarik.

Apa mereka pernah kenal sebelumnya? Jadi, perempuan itu terkejut saat melihatnya? Tetapi mengapa harus terkejut? Jika mereka pernah kenal, bukankah dia hanya perlu menyapa Anggita? Apa mereka punya cerita yang tidak menyenangkan di masa lalu? Anggita berusaha keras untuk mengingat, tetapi tetap saja dia merasa tidak pernah mengenal perempuan itu.

Keesokan harinya, Anggita memutuskan untuk bertanya lebih lanjut pada Kang Johan tentang perempuan itu. Namun, Anggita mempersiapkan dahulu pertanyaannya supaya tidak mengarah langsung ke perempuan itu. Anggita harus berhati-hati agar tidak ada yang salah tangkap dengan pertanyaannya.

Anggita teringat bahwa perempuan itu adalah anak dari Ua yang katanya dari Jogja. Berarti dia bisa memanfaatkan Jogja sebagai bahan untuk mencari tahu. Dia pun menyiapkan rencananya.

Setelah sarapan, Anggita dan Hoga berangkat menuju rumah Kang Johan. Mereka telah janjian tadi malam untuk bertemu dan membahas rencana mencari ilmu mereka.

Setelah cukup lama membahas berbagai hal, akhirnya mereka berbincang ringan. Anggita merasa ini saat yang tepat untuk bertanya.

“Kang, yang kemaren orang Jogja itu keluarganya Akang?” Anggita memulai rencananya.

“Oh. Ua Dahlia? Dia mah Ua-nya Kayla. Kenapa gitu?” Kang Johan menjawab dan bertanya.

“Nggak, cuma kan sama-sama dari Jogja. Emang Jogjanya dimana?” Anggita kembali bertanya.

“Di Berbah. Emang kamu nggak denger apa?” Kali ini Hoga yang menjawab.

“Aku nggak perhatian.” Anggita salah tingkah.

“Terus sekarang perhatian gitu?” Hoga menimpali.

“Ya cuma keinget aja.” Kata Anggita.

“Jangan-jangan tertarik ya sama anaknya?” Kang Johan menggoda Anggita.

“Apa? Anaknya?”

“Iya. Mbak Lily yang agak gemuk itu anaknya Ua Dahlia.” Kang Johan menerangkan.

“Ohh… namanya Lily.” Anggita mengangguk sambil tersenyum.

“Tuh kan.. beneeeer. Ternyata pengen tahu sama anaknya.” Kang Johan tersenyum lebar.

“Ehh bukan gitu. Cuma.. kok kebetulan ada saudara Akang yang di Jogja, gitu aja.” Anggita salah tingkah.

“Kok baru sekarang tanyanya. Kemaren kemana aja?” Hoga kembali menimpali.

“Masih single lo. Menurut cerita, belum pernah pacaran.” Kang Johan semakin bersemangat untuk menggoda Anggita.

“Belum pernah pacaran?” Anggita dan Hoga bertanya serempak.

“Iya. Mungkin karena dia pendiem banget. Susah bergaul.” Kang Johan menjelaskan.

“Pendiem?” Anggita tertarik mendengar cerita tentang perempuan itu.

“Iya. Saya aja jarang ngobrol sama dia. Yang laen juga katanya jarang ngobrol sama dia. Orangnya tertutup dan serius.” Kata Kang Johan.

“Waduh. Udah gemuk, susah gaul. Pantes aja nggak ada cowok yang mau sama dia.” Hoga berkomentar.

“Hehh. Nggak boleh gitu.” Anggita menegur Hoga.

“Eh maaf Kang, bukan mau menghina.” Hoga tersadar dan merasa tidak enak pada Kang Johan.

“Emang begitu kok. Bibi-bibinya juga bilangnya begitu. Dia kurang gaul dan nggak suka ngurus badan, jadi nggak ada laki-laki yang mau.”

“Kasihan ya.” Kata Hoga.

“Iya. Padahal, katanya dia itu paling pinter di keluarga.” Kang Johan kembali bercerita

“Oya?” Anggita semakin bersemangat untuk mendapatkan lebih banyak informasi.

“Cuma sayang nasibnya nggak baik.”

“Nggak baik gimana?” Tanya Anggita.

“Dulu dia pernah kerja di Jakarta tapi perusahaannya bangkrut. Terus dia pulang ke Jogja dan Bapaknya meninggal. Terus katanya sih keluarganya terlibat utang gitu.” Kang Johan meneruskan ceritanya.

“Astagfirullah.” Anggita merasa simpati.

“Kayaknya sih banyak pikiran juga, makanya tambah pendiem.”

“Ohhh…”

***

Siang itu Lily, Bu Dahlia, dan Bi Mawar kembali mendatangi rumah Kang Johan dan Kayla. Mereka berjanji berkumpul kembali untuk makan siang.

Lily begitu terkejut melihat Anggita dan Hoga ternyata sudah berada di rumah itu juga. Lily kembali salah tingkah. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dia memutuskan untuk menjauhi Anggita saja.

Saat makan siang bersama, tiba-tiba Kang Johan berkata, “Mbak Lily, ini lho ada yang mau kenalan.”
Lily kaget mendengar hal itu, begitu juga anggota keluarga lain yang langsung bersuit dan berkata, “Cie…. Cie…” 

“Sebenarnya sih kemaren udah kenalan. Tapi sekarang pengen mengenal lebih dekat gitu.” Kang Johan melancarkan serangan berikutnya.
 
Lily semakin salah tingkah. Dia bingung apa maksud Kang Johan. Siapa yang dimaksud? Apa Anggita? Masa Anggita bisa langsung suka sama dia? 

Anggita juga menjadi salah tingkah. Bukan seperti ini yang direncanakannya tadi. Tapi, ini sudah terjadi. Dia harus bisa mengikuti arus. Sudah malu, sekalian saja.

“Abis Mbaknya lucu sih, jadi penasaran.” Anggita memulai triknya.

“Ohhhh jadi yang penasaran Mas Pampam.” Kayla menyahut dibarengi dengan oohhhh dan berbagai komentar dari yang lain.

Lily merasa dirinya sudah habis dipermalukan. Bagaimana mungkin lelaki itu bisa tiba-tiba menyukai dirinya. Lucu? Apa yang lucu dari dirinya? Apakah Anggita menertawakan badannya yang gemuk? Gila!

“Waahhh…nggak nyangka, ternyata Mbak Lily punya penggemar.” Terdengar suara Pika.

“Boleh kan jadi penggemar Mbaknya?” Anggita menyahut. Dia sudah membuang gengsinya dan bersikap gila. Daripada ditertawakan, lebih baik dia yang membuat orang tertawa lebih dahulu.

“Alhamdulillah. Ibu senang lho kalau ada yang suka sama anak Ibu.” Bu Dahlia ikut memberikan komentar.

“Setujuuu…..” Yang lainnya berseru kompak.

“Tuh De, Alhamdulillah lho akhirnya ada yang suka sama Ade.” Bu Dahlia berkata pada Lily.

Wajah Lily pucat karena malu. Dia sudah tidak kuat lagi menjadi bahan pembicaraan dan tertawaan banyak orang. Dia berdiri dan meninggalkan ruangan tengah menuju dapur.

“Yahhh kok malah melarikan diri?” Pika berseru.

“Maaf ya, Lily emang gitu orangnya. Nggak bisa digodain dikit, langsung aja lari.” Kata Bu Dahlia yang merasa tidak enak dengan kelakuan anaknya.

“Saya jadi nggak enak, karena jadi yang pertama ngegodain Mbak Lily.” Kang Johan merasa sedikit bersalah karena telah memulai semua ini.

“Nggak tau tuh. Biasanya Lily kalau digodain suka tambah berani. Dia nggak mau malu, jadi malah nantang gitu. Tapi ini kok malah lari. Mungkin lagi banyak pikiran kali.” Bu Dahlia semakin bingung dengan kelakuan anaknya.

“Mungkin saya yang keterlaluan Ua. Di depan banyak orang begini, saya malah menggoda dia.” Anggita meminta maaf pada Dahlia.

“Tapi apa benar kamu suka sama anak saya? Kayaknya baru kemaren ketemu, itu juga nggak ngobrol banyak.” Bu Dahlia sedikit ragu dengan Anggita.

“Sebenarnya… hmmm.. gimana ya?” Anggita sedikit bingung harus menjawab bagaimana.

“Jadi kamu cuma pura-pura? Mau ngerjain Mbak Lily?” Kang Johan tidak percaya jika Anggita berani mempermainkan saudaranya.

“Bukan begitu Kang, sebenarnya…. justru Lily yang tertarik sama saya.” Opps, Anggita langsung menyadari jika dia salah bicara. Tapi kata-kata itu sudah terlanjur keluar dari mulutnya.

“Maksudnya?” Semua orang yang ada diruangan itu menjadi penarasan.

Anggita menjadi salah tingkah, dia menyesal telah berkata seperti tadi. Tapi benar-benar sudah terlanjur, lebih baik jika dia menceritakan yang sebenarnya.

“Jadi… kemaren waktu kenalan, saya merasa kalau dia sedikit salah tingkah. Terus… beberapa kali saya lihat kalau dia sedang memperhatikan saya.” Anggita menjelaskan.

“Apa?” Terdengar suara terkejut secara serentak.

“Eh bener tuh.” Pika langsung teringat kejadian semalam.

“Jadi.. tadi malem Pika liat Mbak Lily lagi perhatiin tamunya Kang Johan. Jadi yang diliatin Mbak Lily itu Mas Pam.” Pika tidak percaya jika prasangkanya ternyata benar.

“Jadi Lily yang suka?” Bi Mawar terkejut.

“Astaga….” Kali ini giliran Mang Sima yang terkejut. “Ternyata bisa juga ya Mbak Lily jatuh cinta.”

“Wahh… jadi cinta pada pandangan pertama nih.” Agi ikut berkomentar.

Ruangan menjadi sangat ramai dengan berbagai macam komentar.

“Eh.. tapi kasihan juga si Ade. Pasti dia malu banget tuh.” Kata Bi Mawar.

“Iya, tuh anak pasti langsung minta pulang ke Jogja.” Bu Dahlia menambahkan.

“Kayaknya kita keterlaluan deh. Hmm. Biar Mawar panggil aja deh. Nanti kita tenangin. ” Bi Mawar menawarkan solusi.

“Iya. Kasihan. Lagi banyak masalah malah digodain.” Kayla setuju dengan ibunya.

“Eh.. tapi janji ya, jangan pada ngegoda lagi.” Bi Mawar mengangkat jari telunjuknya. Kemudian Bi Mawar melangkah keluar untuk menemui Lily.

Bi Mawar mendapati Lily sedang berdiri termenung menatap kolam ikan. Lily yang merasakan kedatangan seseorang langsung menegok. Lily kembali salah tingkah, namun tidak tahu harus melakukan apa.

“Sayang… udah dong jangan ngambek. Tadi cuma pada bercanda, biar seru aja.” Bi Mawar mencoba menghibur Lily.

“Iya Lily tahu kok Bi.”

“Masuk yuk? Nggak akan digodain lagi kok. Janji.” Bi Mawar mengangkat dua jarinya.

“Hmmm.” Lily enggan untuk masuk lagi.

“Udahlah… ngapain juga berdiri disini? Panas kan?”

“Tapi….”

“Percaya deh… nggak ada yang akan ngegodain lagi.” Bi Mawar meyakinkan.
Jika saja Bi Mawar mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Hayukk.” Bi Mawar menarik tangan Lily yang terpaksa mengikuti.

Saat Lily masuk ke ruang tengah, semua orang tiba-tiba terdiam. Dengan malu yang masih begitu dalam di hatinya, Lily duduk sambil tertunduk.

“Maaf ya Mbak, tadi kita bercanda kok.” Kayla memulai pembicaraan.

“Iya Mbak, maaf ya.” Yang lainnya pun ikut meminta maaf.

“Nggak, nggak papa kok.” Lily menjawab pelan, masih belum mampu menengadahkan wajahnya.

“Maaf ya, aku…” Anggita tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

“De, Pam itu tadi cuma bercanda aja. Kebetulan karena kita sama-sama dari Jogja, jadi ngerasa satu kampung gitu.” Kata Bu Dahlia mencoba membantu Anggita.

“Iya. Nggak papa kok. Ang.. eh Pam… aduh… Lily semakin salah tingkah dan otaknya tidak bisa bekerja dengan baik.

Anggita tidak percaya dengan telinganya. Tadi dia jelas mendengar Lily mengucapkan kata ‘Ang’. Apakah dia akan menyebut Anggita? Apa Lily memang benar-benar mengenalnya?

“Apa kita pernah kenal?”, tanya Anggita.

Lily tidak menjawab.

“Bener ya kita pernah kenal?” Anggita semakin penasaran.

“Nggak tau.”

“Kita pernah kenal dimana?”

“Nggak tau.”

“Saat kamu bilang nggak tau, justru terkesan kalau kamu emang kenal aku.” Anggita terus menekan.

“Udah deh nggak usah dibahas.”Lily merasa benar-benar kesal karena Anggita bisa mengetahui jalan pikirannya.

Tiba-tiba Anggita mendapatkan pemikiran yang menggelitik. “Apa dulu kamu pernah naksir sama aku?”

“Hah?”Lily merasa pendengarannya bermasalah. Dapat ide gila dari mana lelaki ini?

Yang lain juga terkejut mendengar pertanyaan Anggita, tetapi mereka tidak berani memberikan komentar apapun. Mereka takut akan memperkeruh suasana.  

“Jangan-jangan kamu secret admire aku ya?” Anggita semakin terbawa dengan pemikiran anehnya.

“Ngarep. Sadar tampang dong!! Muka kayak gitu aja ngarep ada secret admire. Please deh!, kata Lily dengan sangat ketus.

Namun, baru beberapa detik kata-kata itu terlontar, Lily terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya sendiri. Dilihatnya semua orang juga terkejut.

Lily merasa sudah melakukan kesalahan besar. Jika dia tetap bertahan disini, pasti dia akan melakukan kesalahan yang jauh lebih besar.

“Maaf, Ade mau pulang dulu ke rumah Bi Mawar. Assalamu’alaikum.”



 ________________________________________________
Bab 2 <<                                                     >>Bab 4