BAB 3
|
“Bibi.” Lily menyapa sambil mencium tangan bibinya.
“Halo sayang. Apa kabar? Tambah cantik aja nih
keponakan Bibi? Kayaknya turun banyak nih?”
Bi
Mawar langsung memberikan komentar saat melihat Lily yang kurusan.
“Iya dong. Udah turun tujuh kilo Bi.” Lily menjawab dengan bangga.
“Alhamdulillah.”
“Iya tuh. Puasa terus. Biar langsing katanya.” Bu
Dahlia ikut nimbrung.
“Ya udah masuk dulu yuk Teh, De.”
Mereka bertiga masuk ke dalam rumah Bi Mawar.
Seperti yang direncanakan bulan
lalu, Lily
dan ibunya pergi ke Bandung untuk menghadiri acara aqiqah Viena, anak Kayla dan
cucu Bi Mawar. Selain itu, mereka juga ingin melanjutkan rencana yang mereka
bahas sebulan yang lalu. Mereka ingin berbicara dengan Bi Mawar dan
anak-anaknya tentang kemungkinan mereka pindah ke Bandung.
“Buat acara aqiqah gimana War? Masih ada yang harus
dibantu?”Bu Dahlia memulai percakapan setelah selesai meletakkan barang-barang
dan mereka berkumpul di ruang tengah.
“Alhamdulillah,
persiapannya udah hampir selesai. Teteh mah besok aja bantuin bikin kue buat
suguhan. Kayak biasalah.” Bi Mawar menjawab.
“Bereslah kalau cuma bikin kue mah.” Bu Dahlia
mengangkat kedua jempolnya.
“Eh.. ini teh gimana? Jadi nggak pindah ke Bandung? Bi
Mawar seneng lo kalau ditemenin.” Bi Mawar melihat ke arah Lily.
“Ya itu juga yang mau diomongin. Kita maunya bicara
juga sama De Agi biar
dapet ijin.” Bu Dahlia menjawab pertanyaan yang sebenarnya ditujukan ke Lily.
“Terus Ade gimana. Udah yakin?” Bi Mawar kembali
bertanya ke Lily.
“Ya sebulan yang lalu sih udah dibicarain. Emang nggak
papa Bi kalau kita tinggal disini? Nanti ngerepotin?” Lily masih tidak yakin jika Bibinya benar-benar tidak
keberatan dengan rencana mereka.
“Ya nggak lah.. nggak papa. Bibi malah seneng kalau ada
temen. Kan Bibi di sini sendiri. Walau Kayla rumahnya deket, tapi kan tetep aja
beda rumah.”
“Ya Alhamdulillah kalau begitu. Tapi ini baru rencana
dulu Bi. Dipikir-pikir sayang juga kalau rumah harus dijual Bi.” Lily berhenti
sejenak dan melanjutkan. “Jadi rencananya kalau kita bener-bener udah nggak
kuat, baru kita jual rumah. Sementara ini berusaha dulu supaya nggak kejual.”
“Oh gitu. Iya sih, sayang ya. Kalau beli baru nanti
susah lagi”. Bi Mawar menyetujui.
“Iya.” Lily mengangguk.
Bi Mawar menyentuh tangan Lily,
“Ya.
Pokoknya Bibi mah mendukung yang terbaik buat Ade sama Ibu. Rumah ini terbuka,
kapanpun Ade sama Ibu mau pindah ke sini.”
“Tuh kan bener kata Ibu. Bi Mawar mah seneng kalau kita
pindah ke sini.” Bu Dahlia begitu bersemangat.
“Alhamdulillah. Makasih ya Bi.”
Keesokan harinya, mereka sibuk dengan persiapan aqiqah
yang pengajiannya akan dilakukan sore hari.
Pagi hari, mereka sibuk membuat kue, sedangkan memasak sudah dilakukan
oleh keluarga besan. Siang hari semua kue sudah matang dan diletakkan di
kotak-kotak. Sore harinya, acara pengajian berjalan dengan lancar.
Malam harinya keluarga besar Bu Dahlia masih berkumpul
di rumah Kayla untuk berbincang dan melepas rindu karena telah lama sekali
mereka tidak kumpul-kumpul seperti itu.
Saat mereka sedang berkumpul, ada tamu yang datang.
Ternyata tamu tersebut adalah teman dari Johan, suami Kayla.
Johan menemui tamu-tamunya tersebut dan mengajak mereka
masuk menemui keluarga besarnya.
“Mah.. ini temen-temen Papah yang diceritain kemaren.
Yang ini namanya Hoga, yang ini namanya Pam.” Johan memperkenalkan
teman-temannya pada Kayla. “Ini istri aku, namanya Kayla.”
Kayla tersenyum menyambut
tamunya. “Saya Kayla. Alhamdulillah pada bisa dateng. Makasih ya.”
“Kita yang harusnya minta maaf datangnya telat.
Pesawatnya delay, jadi terpaksa terlambat.” Hoga menjawab.
“Nggak papa.
Yang penting dateng.” Johan menjawab.
“Oh iya. Ini keluarga besar saya sedang berkumpul. Mari
saya kenalkan, biar tambah
keluarga.” Kayla mengajak teman-teman Johan untuk berkenalan dengan keluarga
besarnya.
“Nenek, Kakek, Ua, Bibi, Sepupu, Keponakan, pokoknya
semuanya… Ini temennya A’Johan. Jauh lo dari Jogja.” Kayla memperkenalkan
keduanya pada keluarganya.
Lily yang langsung menengok ke arah tamu tersebut
merasa aneh. Dia merasa salah satu dari kedua laki-laki itu sangat familiar
wajahnya. Tapi Lily tidak tahu siapa orang tersebut.
“Dari Jogja?
Ua juga dari Jogja lho.” Bu Dahlia berkomentar.
“Oh ya?” Kata Hoga.
“Iya ini namanya Ua Dahlia.Tinggalnya memang di Jogja.”
Kayla memperkenalkan Ua-nya.
“Ooh. Saya Hoga. Eee.. Ua ya?” Hoga sedikit kikuk.
“Iya panggil aja Ua Dahlia.
Ua itu artinya bude klo di Jogja. ” Bu Dahlia menjawab.
“Yang ini temen saya, panggilannya Pam.” Hoga
memperkenalkan Anggita.
“Ihh lucu namanya Pam.” Salah satu keponakan menyahut.
“Sebenarnya panggilannya Pampam, tapi katanya terlalu
gimana gitu, jadi disingkat Pam aja.” Hoga sedikit bercanda.
“Oohhh…” Terdengarlah paduan suara.
Pampam?
Lily tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dilihatnya lagi wajah itu dan …
BENAR. Dialah orangnya. Jantung Lily
seketika berdetak sangat kencang.
Hoga dan Anggita berkenalan dengan keluarga Kayla satu
per satu. Saat giliran Lily berkenalan dengan Anggita, Lily menjadi salah
tingkah. Tapi Lily bukanlah orang yang mau terlihat memalukan. Dia segera
menutupi kegelisahannya dan menampakkan tampang serius. Di lain pihak, Anggita
bukanlah orang bodoh. Walau hanya sesaat, dia bisa menangkap kekikukan Lily.
Tidak ada kejadian penting pada malam itu. Mereka semua
melanjutkan makan-makan dan berbincang. Hanya Lily yang merasa gelisah karena
akhirnya orang yang ditunggunya selama tujuh bulan hadir juga dalam hidupnya.
Sesekali, Lily mencuri pandang pada laki-laki dalam mimpinya itu.
Anggita Pramudya. Dia terlihat lebih gemuk dari foto
yang dilihatnya di sosmed. Tapi kulitnya
begitu bersih, seperti kulit perempuan. Wajahnya terlihat lebih baik daripada
foto, walaupun Lily masih saja tidak suka melihat wajah itu.
Yang masih belum bisa diterimanya adalah gaya
berpakaian Anggita yang bagi Lily terlihat seperti bapak-bapak. Kemeja berpotongan
lurus dengan motif kotak-kotak berlengan pendek dipadu dengan celana panjang
lurus berwarna hitam. Rambutnya yang dibelah tengah juga terlihat lucu.
“Huufffff.”
“Kenapa Mbak?” Sepupu Lily yang bernama Pika menangkap kegelisahan Lily.
“Eh..nggak..cuma berasa capek.” Lily menjawab dengan
kikuk. Dia takut jika ketahuan sedang memperhatikan Anggita.
“Iya nih.. ngantuk..” Pika mengiyakan.
Lily mengangguk.
“Pulang yuk Mbak, mau tidur nih.”
“Kamu tidurnya di rumah Bi Ema ya?”
“Iya, Mbak di Bi Mawar?”
“Iya.”
“Bilang yuk sama yang lain.”
“Yuk.”
Beberapa keponakan dan orang tua memutuskan untuk
beristirahat. Merekapun berpamitan, termasuk kepada
tamu-tamu yang masih berbincang dengan Johan dan beberapa anggota keluarga.
Saat Lily lewat, Anggita menangkap lagi kegelisahan dari
dalam diri Lily saat melihat
kearahnya. “Ada apa ini?”, pikir Anggita
dalam hati
Sesampainya di rumah
Bi Mawar,
Lily semakin gelisah. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Lily sangat yakin jika
lelaki itu memang Anggita. Namanya Pampam dan wajahnya begitu mirip dengan yang
dia lihat di foto.
Apa dia harus cerita pada Ibunya?
“Enggak, Ibu
pasti langsung heboh terus cerita ke semua orang. Kan malu. Gimana kalau
Anggita denger? Nanti dikiranya Aku kege-eran lagi bilang kalau dia calon suami
aku.” Lily berbicara dalam hati.
“Gimana dong?
Malam itu Lily sulit tidur. Dia baru tertidur sekitar
jam dua malam.
***
Wajah gelisah perempuan yang dilihatnya di rumah Kang
Johan terus terbayang di benak Anggita. Ada sesuatu pada perempuan ini yang
membuat dia tertarik.
Apa mereka pernah kenal sebelumnya? Jadi, perempuan itu
terkejut saat melihatnya?
Tetapi mengapa harus terkejut? Jika mereka pernah kenal, bukankah dia hanya
perlu menyapa Anggita? Apa mereka punya cerita yang tidak menyenangkan di masa
lalu? Anggita berusaha keras untuk mengingat, tetapi tetap
saja dia merasa tidak pernah mengenal perempuan itu.
Keesokan harinya, Anggita memutuskan untuk bertanya
lebih lanjut pada Kang Johan tentang perempuan itu. Namun, Anggita
mempersiapkan dahulu pertanyaannya supaya tidak mengarah langsung ke perempuan
itu. Anggita harus berhati-hati agar tidak ada yang salah tangkap dengan
pertanyaannya.
Anggita teringat bahwa perempuan itu adalah anak dari
Ua yang katanya dari Jogja. Berarti dia bisa memanfaatkan Jogja sebagai bahan
untuk mencari tahu. Dia pun menyiapkan
rencananya.
Setelah sarapan, Anggita dan Hoga berangkat menuju
rumah Kang Johan. Mereka telah janjian tadi malam untuk bertemu dan membahas rencana
mencari ilmu mereka.
Setelah cukup lama membahas berbagai hal, akhirnya
mereka berbincang ringan. Anggita merasa ini saat yang tepat untuk bertanya.
“Kang, yang kemaren orang Jogja itu keluarganya Akang?”
Anggita memulai rencananya.
“Oh. Ua Dahlia? Dia mah Ua-nya Kayla. Kenapa gitu?”
Kang Johan menjawab dan bertanya.
“Nggak, cuma kan sama-sama dari Jogja. Emang Jogjanya dimana?”
Anggita kembali bertanya.
“Di Berbah. Emang kamu nggak denger apa?” Kali ini Hoga
yang menjawab.
“Aku nggak perhatian.” Anggita salah tingkah.
“Terus sekarang perhatian gitu?” Hoga menimpali.
“Ya cuma keinget aja.” Kata Anggita.
“Jangan-jangan tertarik ya sama anaknya?” Kang Johan
menggoda Anggita.
“Apa? Anaknya?”
“Iya. Mbak Lily yang agak gemuk itu anaknya Ua Dahlia.” Kang Johan menerangkan.
“Ohh… namanya Lily.” Anggita mengangguk sambil tersenyum.
“Tuh kan.. beneeeer.
Ternyata pengen tahu sama anaknya.” Kang Johan tersenyum lebar.
“Ehh bukan gitu. Cuma.. kok kebetulan ada saudara Akang
yang di Jogja, gitu aja.” Anggita salah
tingkah.
“Kok baru sekarang tanyanya. Kemaren kemana aja?” Hoga
kembali menimpali.
“Masih single lo. Menurut cerita, belum pernah
pacaran.” Kang Johan semakin bersemangat untuk menggoda Anggita.
“Belum pernah pacaran?” Anggita dan Hoga bertanya serempak.
“Iya. Mungkin karena dia pendiem banget. Susah
bergaul.” Kang Johan menjelaskan.
“Pendiem?”
Anggita tertarik mendengar cerita tentang perempuan itu.
“Iya. Saya aja
jarang
ngobrol sama dia. Yang laen juga katanya jarang ngobrol sama dia. Orangnya
tertutup dan serius.” Kata Kang Johan.
“Waduh. Udah gemuk, susah gaul. Pantes aja nggak ada
cowok yang mau sama dia.” Hoga berkomentar.
“Hehh. Nggak boleh gitu.” Anggita menegur Hoga.
“Eh maaf Kang, bukan mau menghina.” Hoga tersadar dan
merasa tidak enak pada Kang Johan.
“Emang begitu kok. Bibi-bibinya juga bilangnya begitu.
Dia kurang gaul dan nggak suka ngurus badan, jadi nggak ada laki-laki yang
mau.”
“Kasihan ya.” Kata Hoga.
“Iya. Padahal, katanya dia itu paling pinter di
keluarga.” Kang Johan kembali bercerita
“Oya?” Anggita
semakin bersemangat untuk mendapatkan lebih banyak informasi.
“Cuma sayang nasibnya nggak baik.”
“Nggak baik gimana?” Tanya Anggita.
“Dulu dia pernah kerja di Jakarta tapi perusahaannya
bangkrut. Terus dia pulang ke Jogja dan Bapaknya meninggal. Terus katanya sih
keluarganya terlibat utang gitu.”
Kang Johan meneruskan ceritanya.
“Astagfirullah.”
Anggita merasa simpati.
“Kayaknya sih banyak pikiran juga, makanya tambah
pendiem.”
“Ohhh…”
***
Siang itu Lily, Bu Dahlia, dan Bi Mawar kembali mendatangi
rumah Kang Johan dan Kayla. Mereka berjanji berkumpul kembali untuk makan
siang.
Lily begitu terkejut melihat Anggita dan Hoga ternyata sudah berada
di rumah itu juga. Lily kembali salah tingkah. Dia tidak tahu harus bersikap
seperti apa. Dia memutuskan untuk menjauhi Anggita saja.
Saat makan siang bersama, tiba-tiba Kang Johan berkata,
“Mbak Lily, ini lho ada yang mau kenalan.”
Lily kaget mendengar hal itu, begitu juga anggota keluarga
lain yang langsung bersuit dan berkata, “Cie…. Cie…”
“Sebenarnya sih kemaren udah kenalan. Tapi sekarang
pengen mengenal lebih dekat gitu.” Kang Johan melancarkan serangan berikutnya.
Lily semakin salah tingkah. Dia bingung apa maksud Kang
Johan. Siapa yang dimaksud? Apa Anggita? Masa Anggita bisa langsung suka sama
dia?
Anggita juga menjadi salah tingkah. Bukan seperti ini
yang direncanakannya tadi. Tapi, ini sudah terjadi. Dia harus bisa mengikuti
arus. Sudah malu, sekalian saja.
“Abis Mbaknya lucu sih, jadi penasaran.” Anggita
memulai triknya.
“Ohhhh jadi yang penasaran Mas Pampam.” Kayla menyahut
dibarengi dengan oohhhh dan berbagai komentar dari yang lain.
Lily merasa dirinya sudah habis dipermalukan. Bagaimana
mungkin lelaki itu bisa tiba-tiba menyukai dirinya. Lucu? Apa yang lucu dari
dirinya? Apakah Anggita menertawakan badannya yang gemuk? Gila!
“Waahhh…nggak nyangka, ternyata Mbak Lily punya
penggemar.” Terdengar suara Pika.
“Boleh kan jadi penggemar Mbaknya?” Anggita menyahut.
Dia sudah membuang gengsinya dan bersikap gila. Daripada ditertawakan, lebih
baik dia yang membuat orang tertawa lebih dahulu.
“Alhamdulillah. Ibu senang lho kalau ada yang suka sama
anak Ibu.” Bu Dahlia ikut memberikan komentar.
“Setujuuu…..” Yang lainnya berseru kompak.
“Tuh De, Alhamdulillah lho akhirnya ada yang suka sama
Ade.” Bu Dahlia berkata pada Lily.
Wajah Lily pucat karena malu. Dia sudah tidak kuat lagi
menjadi bahan pembicaraan dan tertawaan banyak orang. Dia berdiri dan
meninggalkan ruangan tengah menuju dapur.
“Yahhh kok malah melarikan diri?” Pika berseru.
“Maaf ya, Lily emang gitu orangnya. Nggak bisa digodain
dikit, langsung aja lari.” Kata Bu Dahlia yang merasa tidak enak dengan kelakuan
anaknya.
“Saya jadi nggak enak, karena jadi yang pertama
ngegodain Mbak Lily.” Kang Johan merasa sedikit bersalah karena telah memulai semua
ini.
“Nggak tau tuh. Biasanya Lily kalau digodain suka
tambah berani. Dia nggak mau malu, jadi malah nantang gitu. Tapi ini kok malah
lari. Mungkin lagi banyak pikiran kali.” Bu Dahlia semakin bingung dengan
kelakuan anaknya.
“Mungkin saya yang keterlaluan Ua. Di depan banyak
orang begini, saya malah menggoda dia.” Anggita meminta maaf pada Dahlia.
“Tapi apa benar kamu suka sama anak saya? Kayaknya baru
kemaren ketemu, itu juga nggak ngobrol banyak.” Bu Dahlia sedikit ragu dengan
Anggita.
“Sebenarnya… hmmm.. gimana ya?” Anggita sedikit bingung
harus menjawab bagaimana.
“Jadi kamu cuma pura-pura? Mau ngerjain Mbak Lily?” Kang Johan tidak
percaya jika Anggita berani mempermainkan saudaranya.
“Bukan begitu Kang, sebenarnya…. justru Lily yang tertarik sama saya.”
Opps, Anggita langsung menyadari jika dia salah bicara. Tapi kata-kata itu sudah terlanjur keluar dari
mulutnya.
“Maksudnya?” Semua orang yang ada diruangan itu menjadi
penarasan.
Anggita menjadi salah tingkah, dia menyesal telah
berkata seperti tadi. Tapi benar-benar
sudah terlanjur, lebih baik jika
dia menceritakan yang sebenarnya.
“Jadi… kemaren waktu kenalan, saya merasa kalau dia
sedikit salah tingkah. Terus… beberapa kali saya lihat kalau dia sedang
memperhatikan saya.” Anggita menjelaskan.
“Apa?” Terdengar suara terkejut secara serentak.
“Eh bener tuh.” Pika langsung teringat kejadian
semalam.
“Jadi.. tadi malem Pika liat Mbak Lily lagi perhatiin
tamunya Kang Johan. Jadi yang diliatin Mbak Lily itu Mas Pam.” Pika tidak
percaya jika prasangkanya ternyata benar.
“Jadi Lily yang suka?” Bi Mawar terkejut.
“Astaga….” Kali ini giliran Mang Sima yang terkejut.
“Ternyata bisa juga ya Mbak Lily jatuh cinta.”
“Wahh… jadi cinta pada pandangan pertama nih.” Agi ikut berkomentar.
Ruangan menjadi sangat ramai dengan berbagai macam
komentar.
“Eh.. tapi kasihan juga si Ade. Pasti dia malu banget
tuh.” Kata Bi Mawar.
“Iya, tuh anak pasti langsung
minta pulang ke Jogja.” Bu Dahlia menambahkan.
“Kayaknya kita keterlaluan deh.
Hmm. Biar Mawar panggil aja deh. Nanti kita tenangin. ” Bi Mawar menawarkan
solusi.
“Iya. Kasihan. Lagi banyak
masalah malah digodain.” Kayla setuju dengan ibunya.
“Eh.. tapi janji ya, jangan
pada ngegoda lagi.” Bi Mawar mengangkat jari telunjuknya. Kemudian Bi Mawar
melangkah keluar untuk menemui Lily.
Bi Mawar mendapati Lily sedang
berdiri termenung menatap kolam ikan. Lily yang merasakan kedatangan seseorang
langsung menegok. Lily kembali salah tingkah, namun tidak tahu harus melakukan
apa.
“Sayang… udah dong jangan
ngambek. Tadi cuma pada bercanda, biar seru aja.” Bi Mawar mencoba menghibur
Lily.
“Iya Lily tahu kok Bi.”
“Masuk yuk? Nggak akan digodain
lagi kok. Janji.” Bi Mawar mengangkat dua jarinya.
“Hmmm.” Lily enggan untuk masuk
lagi.
“Udahlah… ngapain juga berdiri
disini? Panas kan?”
“Tapi….”
“Percaya deh… nggak ada yang
akan ngegodain lagi.” Bi Mawar meyakinkan.
Jika saja Bi Mawar mengetahui
apa yang sebenarnya terjadi.
“Hayukk.” Bi Mawar menarik
tangan Lily yang terpaksa mengikuti.
Saat Lily masuk ke ruang
tengah, semua orang tiba-tiba terdiam. Dengan malu yang masih begitu dalam di
hatinya, Lily duduk sambil tertunduk.
“Maaf ya Mbak, tadi kita
bercanda kok.” Kayla memulai pembicaraan.
“Iya Mbak, maaf ya.” Yang
lainnya pun ikut meminta maaf.
“Nggak, nggak papa kok.” Lily
menjawab pelan, masih belum mampu menengadahkan wajahnya.
“Maaf ya, aku…” Anggita tidak
bisa melanjutkan kalimatnya. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
“De, Pam itu tadi cuma bercanda
aja. Kebetulan karena kita sama-sama dari Jogja, jadi ngerasa satu kampung
gitu.” Kata Bu Dahlia mencoba membantu Anggita.
“Iya. Nggak papa kok. Ang..
eh Pam… aduh…”
Lily semakin salah tingkah dan otaknya tidak bisa bekerja dengan baik.
Anggita tidak percaya dengan telinganya. Tadi dia jelas
mendengar Lily mengucapkan kata ‘Ang’. Apakah dia akan menyebut Anggita? Apa
Lily memang benar-benar mengenalnya?
“Apa kita pernah kenal?”, tanya
Anggita.
Lily tidak menjawab.
“Bener ya kita pernah kenal?” Anggita semakin penasaran.
“Nggak tau.”
“Kita pernah kenal dimana?”
“Nggak tau.”
“Saat kamu bilang nggak tau,
justru terkesan kalau kamu emang kenal aku.” Anggita terus menekan.
“Udah deh nggak usah dibahas.”Lily
merasa benar-benar kesal karena Anggita bisa mengetahui jalan pikirannya.
Tiba-tiba Anggita mendapatkan
pemikiran yang menggelitik. “Apa dulu kamu pernah naksir sama
aku?”
“Hah?”Lily merasa
pendengarannya bermasalah. Dapat ide gila
dari mana lelaki ini?
Yang lain juga terkejut
mendengar pertanyaan Anggita, tetapi mereka tidak berani memberikan komentar
apapun. Mereka takut akan memperkeruh suasana.
“Jangan-jangan kamu secret admire aku ya?” Anggita semakin terbawa dengan pemikiran anehnya.
“Ngarep. Sadar tampang dong!! Muka kayak gitu aja ngarep ada secret admire.
Please deh!”, kata Lily dengan
sangat ketus.
Namun, baru beberapa detik
kata-kata itu terlontar, Lily terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari
mulutnya sendiri. Dilihatnya semua orang juga terkejut.
Lily merasa sudah melakukan
kesalahan besar. Jika dia tetap bertahan disini, pasti dia akan melakukan
kesalahan yang jauh lebih besar.
“Maaf, Ade mau pulang dulu ke
rumah Bi Mawar. Assalamu’alaikum.”
________________________________________________